Cuaca dan iklim merupakan salah satu faktor
dalam produksi pangan yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam
usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Junghun mengklasifikasi daerah iklim di
Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Pembagian
daerah iklim tersebut adalah :
1. Daerah
panas/tropis
Tinggi
tempat : 0 – 600 m dpl
Suhu
: 26,3° C – 22° C
Tanaman
: padi, jagung, kopi, tembakau,
tebu, karet, kelapa, coklat
2. Daerah
sedang
Tinggi
tempat : 600 m – 1500 m dpl
Suhu : 22° C – 17,1° C
Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat,
kina, sayur-sayuran
3. Daerah sejuk
Tinggi
tempat : 1500 – 2500 m dpl
Suhu : 17,1° C – 11,1° C
Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran
4. Daerah
dingin
Tinggi
tempat : lebih dari 2500 m dpl
Suhu : 11,1° C – 6,2° C
Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan.
Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Rai dkk (1998) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi
dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan
tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor
lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan
menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari
organisme.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan
secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya
mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu
substansi. Suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk
mengontrol fungsi-fungsi dari organisme. Relatif mudah untuk mengukur suhu
dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang bagaimana yang
berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau keadaan harga
rata-ratanya yang penting.
v Variasi suhu
Sangat sedikit tempat-tempat di permukaan bumi
secara terus-menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin
untuk sistem kehidupan, suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang
maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan
sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal berdasarkan topografi dan jarak
dari laut. Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan
dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu pada permukaan kanopi
hutan dengan suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian
juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air.
Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak
dari sumber panas (matahari), bersama-sama dengan putarannya bumi pada porosnya
akan menimbulkan variasi suhu di alam tempat tumbuhan hidup. Jumlah panas yang
diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan,
bayangan tumbuhan setiap hari, setiap tahun dan gejala geologi.
Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan
bumi mulai memperoleh lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena
radiasi panas bumi, dengan demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah
beberapa jam tercapailah suhu yang tinggi sekitar tengah hari, setelah lewat
petang mulailah terjadi penurunan suhu bumi ini akibat reradiasi yang lebih
besar dibandingkan dengan radiasi yang diterima.
Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan
bertambah lagi, panas yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada,
sedangkan reradiasi berjalan terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan
bumi lebih rendah dari suhu udara disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan
fluktuasi suhu seharian, dan fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di
daerah antara ombak di tepi pantai.
Berbagai
karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu :
·
Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas
yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap.
·
Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan
respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaitannya
dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu
berubah.
·
Kerimbunan tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak
dengan bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat
tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan sangat
berlainan, dengan kerimbunan yang rendah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh
pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi kelembaban udara dibawah rimbunan
tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air,
akibatnya akan menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancaran
kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi
suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi di
tempat terbuka atau tidak bervegetasi.
·
Iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh
terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi
radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap
air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang bersifat aktif dalam
mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.
·
Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50° dapat mereduksi
suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.
Variasi suhu berdasarkan waktu/temporal
terjadi baik musiman maupun harian, kesemua variasi ini akan mempengaruhi
penyebaran dan fungsi tumbuhan.
v Suhu dan
Tumbuhan
Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu
kisaran suhu antara 0° C sampai dengan 50° C, dalam kisaran suhu ini individu
tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum dan optimum yang diperlukan untuk aktifitas
metabolismenya. Suhu-suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan
suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya
karena adanya pertukaran suhu yang terus-menerus antara tumbuhan dengan udara
sekitarnya.
Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat
bevariasi, untuk tanaman di tropika seperti semangka tidak dapat mentoleransi
suhu di bawah 15° – 18° C, sedangkan untuk biji-bijian tidak bisa hidup dengan
suhu di bawah minus 2° C – minus 5° C. Sebaliknya konifer di daerah temperata
masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 30° C. Tumbuhan air umumnya
mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan
tumbuhan di daratan.
Pengaruh suhu sangat besar. Beberapa tumbuhan
dapat tumbuh dengan baik pada suhu yang lembab, dan beberapa lainnya tumbuh
hanya pada suhu yang baik. Suhu mempengaruhi daya tahan, fungsi, bahkan bentuk
tumbuhan. Sebagai contoh, tumbuhan padang pasir memiliki duri sebagai ganti
daun, sehingga mengurangi penguapan yang terjadi pada tumbuhan tersebut.
Cobalah Anda membelah kaktus, maka akan Anda
dapati banyak air di batangnya. Contoh lain adalah lumut yang tumbuh dan
berkembang dengan baik pada tempat yang lembab, sehingga dapat di pastikan
bahwa pertumbuhan lumut di topang oleh kelembapan suhu. Secara garis besar
semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda
tergantung pada umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.
1.
Suhu dan Tanaman Teh (Camelia sinensis)
Pada umumnya, teh tumbuh di daerah tropis
dengan ketinggian antara 200-2000 meter di atas permukaan laut. Suhu cuaca
antara 14° - 25° C. Ketinggian tanaman dapat mencapai hingga 9 meter untuk teh
Cina dan teh Jawa, ada yang berkisar antara 12 - 20 m tingginya untuk tanaman teh
jenis Assamica.
Hingga
saat ini, di seluruh dunia terdapat sekitar 1500 jenis teh yang berasal dari 25
negara. Untuk mempermudah pemetikan daun-daun teh, maka pohon teh selalu dijaga
pertumbuhannya, dengan cara selalu dipangkas sehingga ketinggannya tidak lebih
dari 1 m. Dengan ketinggian ini, maka sangatlah mudah untuk memetik pucuk-pucuk
daun muda yang baik.
Teh
di daerah tropis umumnya ditanam di
daerah dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 800 – 1100 m dpl. Tanaman teh
juga dapat memberikan hasil dengan kualitas yang baik di daerah dengan
ketinggian 700 – 1000 m dpl. Curah hujan rata-rata per tahun yang dikehendaki,
yaitu 2.000 – 2.500 mm. Di daerah tropis, tanaman teh tidak tahan terhadap
musim kemarau yang panjang. Curah hujan ideal tidak kurang dari 100 mm/bulan
sepanjang tahun.
Angin
yang membawa udara panas tidak baik bagi pertumbuhan tanaman teh. Jika angin
berhembus selama 3 – 4 hari secara berturut-turut, dapat mengakibatkan
kerontokan pada daun. Kerontokan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan antara
penguapan dan kemampuan akar mengisap air.
Suhu
ideal bagi pertumbuhan tanaman teh berkisar 18 ° - 30° C. Suhu di atas atau di
bawah kisaran tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Tanah yang cocok
untuk menanam teh adalah tanah yang subur, tidak bercadas, dan mengandung
banyak bahan organik. Kisaran pH idealnya antara 4,5 – 6,5. Umumnya lahan yang
cocok untuk pertumbuhan teh terletak di lereng-lereng gunung berapi.
Lingkungan
tumbuh yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman teh secara maksimal sehingga
proses dan hasil produksi maksimal pula, yaitu diantaranya terletak pada
temperatur harian berkisar antara 13° - 15° C yang diikuti oleh cahaya matahari
yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70%. Curah
hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir menunjukkan bulan kemarau yang curah
hujannya kurang dari 60 mm tidak lebih dari 2 bulan serta tidak ada bulan yang
sama sekali tidak ada hujan dan jumlah hujan tahunan sebaiknya tidak kurang
dari 2000 mm.
Sinar
matahari yang meliputi intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Di daerah
rendah penyinaran matahari sangat kuat sehingga tanaman teh memerlukan pohon
pelindung. Pada umumnya angin yang berasal dari dataran rendah membawa udara
panas dan kering, ini seringkali berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan teh,
tiupan angin yang kencang terus-menerus selama 2 – 3 hari akan menyebabkan daun
rontok, angin mempengaruhi kelembaban udara, maka berpengaruh pula terhadap
penyebaran hama dan penyakit. Cara pencegahannya antara lain dengan menanam
pohon pematah angin (win breaker)
sepanjang batas sisi-sisi kebun yang biasa dilalui angin.
Perkebunan
teh di Indonesia pada umumnya terletak pada ketinggian 400 – 2000 m di atas
permukaan laut. Sehingga berdasarkan ketinggian tersebut perkebunan teh bisa
digolongkan menjadi : perkebunan daerah rendah (<800 m dpl), perkebunan
daerah sedang (800 – 1200 dpl) dan perkebunan daerah tinggi (>1200 m dpl).
2.
Suhu dan Tanaman Kakao (Theobromae cacao)
Pengaruh
temperatur atau suhu terhadap tanaman kakao erat kaitannya dengan ketersedian
air, sinar mtahari, dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola
melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh terhadap pembentukan flush,
pembungaan, serta kerusakan daun.
Menurut
hasil penelitian, temperatur ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 30° -
32° C (maksimum) dan 18° - 21° C (minimum). Kakao dapat juga tumbuh dengan baik
pada temperatur minimum 15° C per bulan dengan temperatur minimum absolut 10° C per bulan. Tempertaur ideal lainnya
bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 26,6° C, yang erat kaitannya dengan
distribusi tahunan 23,9° - 26,7° C masih baik untuk pertumbuhan tanaman kakao
asalkan tidak didapati musim hujan yang panjang. Berdasarkan keadaan iklim di
Indonesia, temperatur 25° - 26° C merupakan temperatur rata-rata tahunan tanpa
faktor pembatas. Oleh karena itu, daerah-daerah tersebut sangat cocok jika
ditanami kakao.
Tempertaur
yang lebih rendah 10° C yang diterima oleh tanaman kakao, akan mengakibatkan
gugur daun dan mengeringnya bunga sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Di
Trininad, temperatur konstan 31° C menyebabkan tanaman tumbuh abnormal,
walaupun di Ghana temperatur 33,8° C tidak mengakibatkan pengaruh buruk
terhadap tanaman kakao.
Tempertaur
yang tinggi akan memacu pembungaan,
tetapi kemudian akan segera gugur.
Pembungaan akan lebih baik jika berlangsung pada temperatur 26° - 30° C
pada siang hari dibandingkan bila terjadi pada temperatur 23° C. Demikian juga
temperatur 26° C pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya terhadap
pembungaan daripada temperatur 23° - 30° C. Jumlah flush maupun luas daun lebih besar pada suhu rendah, demikian juga
waktu hidupnya.
Pengalaman PT Perkebunan XIII menunjukkan bukti bahwa
temperatur tinggi selama kurun waktu yang panjang berpengaruh terhadap berat
biji. Temperatur yang relatif rendah akan menyebabkan biji kakao banyak
mengandung asam lemak yang tidak jenuh.
Pada
areal tanaman yang belum menghasilkan (TBM), kerusakan tanaman sebagai akibat
dari temperatur tinggi selama kurun waktu yang panjang ditandai dengan matinya
pucuk (dieback). Daun kakao masih
toleran sampai suhu 50° C untuk jangka waktu yang pendek. Temperatur yang
tinggi tersebut menyebabkan gejala necrosis
pada daun.
Lingkungan
hidup alami tanaman kakao adalah hutan hujan tropis yang di dalam
pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya
matahari yang terlalu banyak menyoroti tanman kakao akan mengakibatkan lilit
batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek. Sejumlah peneliti
menyimpulkan bahwa maksimalisasi penggunaan cahaya matahari di dalam proses
fotosintesis ternyata tidak memberikan pengaruh merugikan terhadap pertumbuhan
dan produksinya. Air dan hara merupakan faktor penentu jika kakao hendak
ditanam dengan sisitem tanpa tanaman pelindung. Dengan demikian, tanaman
terus-menerus mendapatkan sinar matahari secara penuh.
Syarat
tumbuh bagi pertumbuhan tanaman kakao yang perlu diperhatikan adalah daerah
tanam ketinggiannya tidak lebih dari 800 meter di atas permukaan air laut,
dengan suhu 30° C – 32° C (maksimum) dan 18° C – 21° C (minimum) dengan pH 5,6
– 7,2 serta daerah yang bercurah hujan 1100 mm/tahun – 3000 mm/tahun.
3.
Suhu dan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)
Karena
karet merupakan tanaman tropis maka lingkungan tumbuh yang sesuai bagi
pertumbuhan tanaman karet agar optimal, dapat ditentukan dengan curah hujan
antara 2000-4000 mm/tahun. Sedangkan banyak hari hujannya antara 100-150
hari/tahun. Kemudian terletak pada ketinggian 0-400 m dpl, tetapi yang optimal
pada ketinggian 200 m dpl. Dan suhu harian yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangannya adalah 25° - 30° C, tetapi suhu yang optimal pada 28° C dengan
lamanya penyinaran matahari selama ± 5 jam/hari.
Secara
garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim dengan suhu
rata-rata harian 28° C (dengan kisaran 25° -35° C) dan curah hujan tahunan
rata-rata antara 2.500 – 4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari per
tahun. Pada daerah yang sering turun hujan pada pagi hari akan mepengaruhi
kegiatan penyadapan. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya
akan kurang. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok untuk pertanaman karet
adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan
Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah.
Tanaman
karet tumbuh dengan baik di daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman
karet adalah pada zona antara 15° LS dan 15° LU. Bila ditanam di luar zona tersebut,
pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat.
Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200
meter dpl. Makin tinggi letak tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya
lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok
lagi untuk tanaman karet.
Angin
juga dapat mempengaruhi pertumbuhan pertanaman karet, angin yang kencang dapat
mematahkan tajuk tanaman. Di daerah berangin kencang dianjurkan untuk ditanami tanaman
penahan angin di sekeliling kebun. Selain itu angin menyebabkan kelembaban
udara di sekitar tanaman menipis. Dengan keadaan demikian akan memperlemah turgor
tanaman. Tekanan turgor yang lemah berpengaruh terhadap keluarnya lateks pada
waktu sadap, walaupun tidak berpengaruh nyata, tetapi angin akan berpengaruh
terhadap jumlah produksi yang diperoleh.
Pada
dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200
m dpl. Ketinggian > 600 m dpl tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu
optimal diperlukan berkisar antara 25°-35° C.
4.
Suhu dan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
Kelapa
sawit dapat tumbuh baik pada daerah iklim tropis basah dengan ketinggian 0-500
m dpl. Curah hujan yang diperlukan tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh
optimal adalah rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi sepanjang tahun
tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Lama penyinaran optimum yang diperlukan
tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Selain curah hujan dan sinar matahari
yang cukup, untuk tumbuh dengan baik tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang
optimum sekitar 24°-28° C.
Meskipun
demikian, tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh pada suhu terendah 18° C dan
tertinggi 32° C. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah
lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah
suatu tempat, makin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan
dan pematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian
500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang
ditanam didataran rendah.
Secara
alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini dapat
tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di tempat yang
basah. Didalam hutan hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh karena
terlalu lembab dan tidak mendapat sinar matahari karena ternaungi kanopi
tumbuhan yang lebih tinggi. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa
sawit.
Lama
penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari. Angin tidak mempengaruhi
pertumbuhan karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah
dirusak angin. Benih kelapa sawit mengalami dormansi (keadaan sementara
tanaman) yang cukup panjang. Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang
tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah. Pada proses
perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35° C. Curah hujan
tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimalnya 2.000-3.000 mm/tahun.
5.
Suhu dan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)
Agar
dapat tumbuh dengan subur tanaman kelapa menuntut suhu yang tinggi. Suhu
tahunan rata-rata yang dibutuhkan 27° C, yang paling rendah 25° C. Suhu optimum
belum diketahui. Suhu juga dapat menentukan ketinggian tempat ideal yang
dibutuhkan tanaman kelapa. Batas ketinggian akan semakin rendah dengan
bertambah jauhnya tempat dari khatulistiwa.
Ketinggian
tempat penanaman ideal bagi tanaman kelapa adalah 600 – 900 m dpl. Daerah
pembudidayaan yang paling penting terletak tidak lebih dari 15° dari
khatulistiwa. Indonesia seluruhnya berada di dalam zona tersebut. Di luar
daerah ini, meskipun masih di daerah tropika terlihat bahwa pertumbunhannya
agak lebih lamban. Di Kepulauan Fiji (16° - 19° LS) misalnya, tanaman kelapa
agak kurang baik tumbuhnya dibandingkan
dengan yang ada di Kepulauan Solomon (6° – 8° LS).
Di
luar daerah tropika, pembudiadayaan tanaman kelapa hanya dikenal di Florida
saja (titik selatan 25° LU) dan pulau-pulau yang berbatasan dengannya. Di sini
buah-buah kelapa terutama dijual kepada turis-turis yang banyak mengunjungi
daerah tersebut.
Ada
kalanya pohon-pohon kelapa di daerah ini mati karena beku. Di Miami (25° - 48° LU),
suhu tahunan rata-rata 23,9° C, suhu bulan yang paling dingin (Januari) 19,8°
C, yang paling panas (Agustus) 27,8° C. Bagi produksi kopra atau minyak,
pembudidayaan di tempat ini tidak menguntungkan. Pada derajat lintang yang
lebih tinggi lagi, tanaman kelapa memang masih dapat tumbuh di tempat-tempat
yang baik, namun tidak akan menghasilkan buah, misalnya saja di Los Angeles
(33° LU), dan di pantai selatan Portugis (37° LU).
Pertumbuhan
tanaman kelapa sangat dipengaruhi oleh suhu, terutama saat berbuah. Suhu rendah tidak cocok untuk pertumbuhan
tanaman kelapa. Suhu udara yang optimum
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa berkisar antara 27°-28° C dan
suhu minimum yang dikehendaki 20° C (Imam Harjono, 1997).
6.
Suhu dan Tanaman Tebu (Saccharum officinarium L.)
Tanaman
tebu tumbuh optimal pada daerah dataran rendah yang kering dengan ketinggian
kurang dari 500 m dpl dan iklim panas yang lembab pada suhu 25° - 28° C. Agar
tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim
tanamnya.
Saat
masih muda, tanaman tebu memerlukan banyak air, sedangkan saat mulai tua
memerlukan musim kemarau yang panjang. Tanah yang cocok adalah yang bersifat
kering-kering basah, yaitu curah hujan kurang dari 2.000 mm/tahun. Selain itu,
tebu cocok ditanam pada tanah yang tidak terlalu masam dengan pH di atas 6,4.
Tanaman
tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan
subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35° LS dan
39° LU. Unsur-unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah
curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
Suhu
sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama
mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari
yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses
penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu
berkisar antara 24°-30° C, beda suhu musiman tidak lebih dari 6° C, dan beda
suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10° C.
7.
Suhu dan Tanaman Kopi (Coffea sp.)
Amplitudo
temperatur udara yaitu perbedaan antara temperatur maksimal (siang) dan minimal
(malam) dalam sehari semalam yang dapat merangsang pembentukan primordia bunga. Semakin besar perbedaan
antara temperatur siang dan malam hari, semakin besar pula rangsangan yang
dialami tanam kopi untuk membentuk primordia bunga.
Ada
pula kombinasi tertentu antara temperatur siang dan malam hari yang lebih
efektif dalam merangsang pembentukan primordia bunga. Pertumbuhan kopi arabika memerlukan temperatur optimum
23° C pada siang dan 17° C pada malam. Untuk pemebentukan primordia bunga ,
temperatur optimummnya 30° C pada siang dan 23° C pada malam. Apabila
temperatur siang hari turun di bawah 17° C dan temperatur malam di bawah 12° C,
praktis pembentukan primordia bunga berhenti.
Saat
musim kemarau, di Pulau Jawa amplitudo temperatur siang dan malam hari
tertinggi, yang biasanya bersamaan waktunya dengan periode hari pendek. Di Jawa
Timur (Jember), sejak bulan april selisih temperatur tersebet telah mencapai
lebih dari 7° C sehingga cukup untuk merangsang pembentukan bunga. Kombinasi
temperatur rata-rata siang dan malam umumnya berkisar 30° C/23° C dan 30° C/21°
C. Selisih temperatur siang dan malam itu mendapat angka tertinggi dalam bulan
juli. Perbedaan temperatur maksimal dan minimal dalam sehari semalam inilah
yang merangsang primordia (bakal) bunga, terutama di daerah-daerah yang sama
sekali tidak memiliki perbedaan perioditas cahaya, seperti daerah dibawah garis
khatulistiwa.
Iklim yang cocok untuk tanaman Kopi Arabika,
yaitu :
·
Garis lintang
6‐9° LU sampai 24° LS
·
Tinggi tempat
1250-1.850 m dpl
·
Curah hujan
1.500-2.500 mm/th
·
Bulan kering
(curah hujan < 60 mm/bulan) 1‐3 bulan
·
Suhu udara
rata‐rata 17°‐21° C
Persyaratan
iklim Kopi Robusta, yaitu :
·
Garis lintang 20°
LS sampai 20° LU
·
Tinggi tempat
300-1.500 m dpl
·
Curah hujan
1.500-2.500 mm/th
·
Bulan kering
(curah hujan < 60 mm/bulan) 1‐3 bulan
·
Suhu udara rata‐rata
21‐24° C
8.
Suhu dan Tanaman Tembakau (Nikotiana tabacum)
Tanaman
tembakau merupakan tanaman tropis yang dapat hidup pada rentang iklim yang
luas. Karena responnya netral terhadap panjang hari, tanaman tembakau dapat
tumbuh dari 60° LU - 40° LS. Batas suhu minimum, yaitu 15° C dan suhu maksimum
42° C.
Suhu
ideal saat siang hari adalah 27° C. Sejak tanaman tembakau ditanam hingga fase
pemasakan daun diharapkan kondisinya kering. Curah hujan merupakan faktor penentu
hasil dan mutu tembakau. Pengaturan waktu tanam yang didasarkan pada periode
kering sangat menentukan keberhasilan usaha tani tembakau.
Tekstur
tanah lapisan atas yang baik untuk tanaman tembakau adalah lempung berpasir
atau pasir berlempung dengan subsoil
liat berpasir. Tanah-tanah tersebut mempunyai porsi udara dan air tanah yang
optimum bagi pertumbuhan akar tanaman tembakau.
Selain
itu, tanaman tembakau menghendaki tanah yang strukturnya baik, remah serta
gembur, drainasenya baik, kisaran pH 6,0 – 7,5, dan memiliki pegang air yang
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Fauzi, Yan dkk. 1992.
Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil
dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahardjo,
Rudi. 2012. Kopi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Suwarto, dan Yuke
Octaviani. 2010. Budi Daya 12 Tanaman
Perkebunan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tim Pengembangan
Materi LPP. 2012. Buku Pintar Mandor: Seri
Budidaya Tanaman Karet. Yogyakarta: LPP Press.
Tim Pengembangan
Materi LPP. 2012. Buku Pintar Mandor:
Seri Budidaya Tanaman Teh. Yogyakarta: LPP Press.
Tumpah,
Siregar. 2010. Budi Daya Cokelat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/25/hubungan-suhu-dan-pertumbuhan-tanaman/
mantab gan,
BalasHapus,
,
,
,
salam semangat
http://www.kabartebo.top/2015/06/meningkatkan-produksi-karet-waktu.html